Bismillaah, mencoba menuliskan kisah mudik lebaran kami kemarin. Sebagai kenangan dan belajar mengambil hikmah di tiap kejadian yang dialami.
Ramadhan kali ini anak sulung saya (almost 8yo) puasa sehari penuh, atas kemauan nya sendiri. Menjalani puasa 25 hari kemudian sakit, muntah-muntah dan demam.
Rencana mudik yang sedianya akan kami laksanakan pada dua hari menjelang lebaran pun harus ditunda, menunggu si sulung sehat betul. Setelah berkonsultasi dengan dokter, kami meminta pendapat si sulung tentang rencana mudik. Sebenarnya ia semangat untuk mudik, namun tak begitu yakin dengan kondisi badannya yang masih agak lemas. Dokter mengijinkan membawa si sulung mudik, dengan catatan ia harus sering makan dan minum untuk menstabilkan lambungnya. Alhamdulillaah, tak ada hal serius yang dikhawatirkan.
Demi kenyamanannya, kami menyulap mobil menjadi kamar tidur. Kursi tengah kami lepas dan menggantinya dengan kasur. Si sulung senang, bahkan adiknya juga ikut tidur di kasur. Malam menjelang hari raya kami meninggalkan Bekasi menuju Kutoarjo. Setelah memantau kondisi lalu lintas jalur utara dan selatan melalui media sosial, kami memutuskan masih bisa lewat tol Cipali. Namun tetap menyiapkan alternatif jalur lain jika Cipali macet.
Sepanjang jalan anak-anak tidur, hanya sesekali bangun untuk minum. Si sulung pun tidak muntah, hal yang saya khawatirkan sebelumnya. Saya dan suami berdua melantunkan takbir sendiri di dalam mobil, di jalan tol tak terlihat dan tak terdengar takbir kemenangan meski malam itu ramai orang takbiran. Hal romantis yang saya kenang, menikmati malam bersama suami, sesekali memijit pundaknya, menyuapinya cemilan atau bercerita apa saja untuk mengusir kantuknya. Melewati malam berdua saja....
Setelah beristirahat dua jam di rest area, kami melanjutkan perjalanan. Suami sempat berkata, jika bisa sholat ied di Wangon sudah bersyukur karena jalanan ramai. Ternyata shubuh kami sudah sampai Wangon. Dan memasuki Gombong sudah saatnya sholat ied. Alhamdulillaah, bisa sholat ied meski nggak sempat mandi pagi :-)
Oia, sebelum berangkat kami telah mempersiapkan bekal makanan termasuk untuk sarapan pagi ini. Kami telah mempertimbangkan pagi hari raya belum ada warung makan yang buka. Jadi seusai sholat ied kami makan pagi bekal dari Bekasi. Dan dugaan kami benar, sepanjang jalan, pagi itu kami belum menemukan rumah makan yang buka.
Sekitar jam 9.30an kami sampai, bisa bertemu Ibu dan adik saya. Alhamdulillaah, anak-anak nggak rewel, jalanan relatif lancar, bisa sholat tepat waktu, mudik yang aman, nyaman dan bahagia.
Belajar dari kisah mudik ini, ada pelajaran yang bisa diambil. Bahwa tugas kita adalah berusaha, Allah lah yang menentukan. Jika menemukan kendala, tantangan (saya tak menyebutnya masalah) agar tak pantang menyerah. Teruslah berpikir positif, berbaik sangka pada-Nya, in sya Allah akan ada kemudahan, bahkan lebih dari yang kita bayangkan.
#TulisanSyawal
#MenjagaSemangat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar